Melihat Wajah Tuhan



Sinar senja masih nampak di ufuk barat, sedikit saja menerawang menyilaukan mata ini. Tanah yang kering, debu yang diterbangkan angin, hingga rumput-rumput liar  serta dedaunan yang mulai menguning seperti merelakannya gugur demi keinginannya untuk bertahan hidup. Miris mungkin kelihatannya, namun Tuhan memutar waktu sedemikian rupa, seraya mengajarkan mereka tentang sebuah lingkaran kehidupan yang harus dialami.

" waktu akan menumbuhkan, namun waktu jua yang akan memusnahkan.."

Mengingatkanku jika sebenarnya tugasku hanya menjalani cerita diselang kedua waktu kejadian itu saja.

Daun takkan menyalahkan angin atau ranting yang melepaskannya

Sejenak kunyalakan sebatang rokokku saja, lalu kuminum secangkir kopi pahit yang sudah kudiamkan daritadi. Entah, darimana datangnya fikiran ini hingga serasa aku kembali ingin mengingat sisa-sisa bayangan masa laluku dulu. Ketika semuanya begitu tak terjelaskan, seperti sedang dipermainkan oleh arus fikiran dan perasaan. Kebosanan yang kurasakan memaksa tubuhku bergerak mengikuti hasrat untuk selalu ingin tau.

" apa yang kufikirkan saat itu? Siapakah aku? Apakah manusia itu? Kenapa aku diciptakan? Siapa itu Tuhan? Apa itu agama? "

" jika Tuhan itu satu, dan agama itu jalan untuk mengenal Tuhan Yang Esa, kenapa Agama diciptakan berbeda-beda? darimana asal perbedaan itu? bagaimana aku mengenal Tuhan ?

Aku semakin terlarut dengan sejuta pertanyaan tentang Tuhan di otakku. Seakan kemanapun kulihat, tak ada satupun arah yang kusebut dengan benar. Bukankah arah hanya sebuah nama? Aku lebih melihat ruangan didunia ini tanpa bentuk cenderung berupa lingkaran yang tak memiliki arah.

apa benar ruangan ini dibedakan menjadi 4 sisi, atau 8 sisi arah mata angin?

Aku terlalu rapuh dalam perasaanku, seperti ikatan yang mencengkeram erat logika dan nalar disetiap keputusan yang kubuat nantinya.
Amarah, benci, kecewa, kedukaan, penyesalan, kulihat itu semua hanya permainan emosi ketika keinginanku tidak sesuai dengan realitas. Lalu apa itu kebahagiaan, cinta, dan kasih sayang? Menurutku hanya entitas penyeimbang dari itu semua. Sedangkan akupun belum menemukan titik temu dualisme perasaan itu. Sebagai "pendulum" yang selalu mampu bergerak seimbang kembali pada pusatnya.

Pendulum swing

Apa itu manusia? Siapa aku? Unsur apa yang membuatku berbeda dan dianggap lebih sempurna dari makhluk lainnya?

Kenyataannya aku tidak bisa dipuaskan dengan doktrin jika manusia itu paling sempurna jika hanya berasumsi pada dogma yang memojokkan dan mendiskriminasikan eksistensi makhluk lain itu lebih rendah. Jika hanya unsur akal dan wujud/raga, bukankah pepohonan, parasit, binatang, juga tidak bisa disebut tanpa akal. Apa gajah dan kawanan singa yang berburu secara berkelompok tidak menggunakan daya akalnya? Diskriminasi merasa lebih bermartabat membuat istilah lain itu sebagai "instinct", sedangkan pada manusia mereka menyebutnya "intuisi".
Dogma agama membatasi fikiran manusia untuk berkembang, hingga seperti agamalah yang di-Tuhan-kan. Merasa agama pribadi diatas dan lebih sempurna bukankah itu sama juga dengan kesombongan juga keangkuhan. Seperti mereka pasrah dan memakan begitu saja hidangan tanpa ingin tahu dari apa makanan itu dibuat dan bagaimana prosesnya.


Manusia takkan lepas dari 4 hal :

  1. Raga/Bentuk, ini ibarat rumah bagi semua unsur, disini juga tempat panca indera dan lima indera penggerak menerima rangsang untuk diteruskan menuju sensor fikiran.
  2. Fikiran, melalui unsur ini manusia menciptakkan kreatifitasnya, semua terjadi dalam fikiran. Perencanaan, strategi, akan terbentuk disini. Namun fikiran juga menampung ingatan, kenangan, dan prasangka yang mampu mempengaruhi gejolak perasaan.
  3. Perasaan, disinilah letak intuisi. Melalui unsur perasaan manusia merasakan dualitas kehidupan, susah senang, cinta dan maupun benci semua campur aduk disini hingga dibutuhkan penyeimbang didalamnya. itulah yang disebut nurani.
  4. Kehendak/Keinginan, adalah sumber dari segala yang terjadi pada manusia dan dunia ini. Hasrat akan timbul jika ketiga unsur akan mengalami suatu pembelajaran atau pengalaman, itulah kenyataannya, saat satu keinginan telah terpenuhi akan muncul lagi keinginan baru yang akan menunjukkan eksistensi manusia itu didunia.
"Lantas apakah peranan Tuhan?, bukankah segala yang telah terjadi dan akan terjadi adalah kehendak Tuhan?"

Akan terlalu naif jika manusia membicarakan Tuhan tanpa memikirkanNya dan mengenalNya terlebih dahulu. Jika berpedoman pada kitab suci untuk mengenalNya, hendaknya mengerti dulu makna dibalik semua yang tersurat pada masing-masing kitab tersebut. Hendaknya memahami dan mengerti kebenaranNya, bukan membenarkan apa yang belum diketahui maknanya. Inilah pentingnya "sastra".

Sastra itu tentang keindahan

Kitab suci yang memberi petunjuk untuk mengenal Tuhan adalah sastra, bagaimana manusia bisa mengerti kandungan sebenarnya tanpa menafsirkan? Apalagi dalam bahasa yang berbeda dengan keseharian kita, bukankah harus diterjemahkan terlebih dahulu.
Kesimpulannya, 

"Keberadaan Tuhan dapat dijelaskan dengan segala bentuk ciptaanNya."

Kehendak Tuhan datang melalui segala manifestasiNya, alam semesta, makhluk hidup, matahari, bulan, bintang, hingga ciptaan yang belum terfikirkan sampai sekarang, inilah essensi Tuhan, melingkupi juga meresapi segala aspek semesta, Dia adalah jiwa semesta, Dia juga jiwa dari setiap makhluk, tak terkecuali manusia, Dia adalah kesadaran akan entitas jiwa dalam manusia. Dan manusia yang melihat dirinya tak lebih adalah jiwa, manusia itulah yang benar-benar melihat Essensi Tuhan pada kesadarannya.
Dan bersamaan dengan datangnya kehendak Tuhan melalui semesta itu, manusia dan makhluk lainnya akan mengadaptasikan dirinya menurut kehendak alam disekitarnya itu

"Bukankah engkau akan berkehendak untuk minum jika merasa haus, pernahkah kau berfikir darimana datangnya rasa haus itu? Bukankah Tuhan sudah menyediakan air sebelum engkau merasakan itu, tugasmu hanya menyadari kehendak dalam dirimu, lalu carilah dimana letak sumber air itu."


Catatan: 
" Dengan menafikan kesombongan dan keangkuhan, kemanapun kita memandang disitulah wajah Tuhan. "

Thanks to read,
Rakawi Padelegan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

8 Sajak Cahaya Samar

Dunia 5 benua dan 1 cinta